Jurnalisme multimedia merupakan genre jurnalistik era digital. Jurnalistik berkembang mengikuti perkembangan teknologi media komunikasi. Diawali kehadiran media cetak yang melahirkan jurnalisme cetak (print journalism), jurnalistik juga beradaptasi dengan media penyiaran (radio dan televisi) dengan lahirnya jurnalisme penyiaran (broadcast journalism).
Di era internet, jurnalistik juga beradaptasi dengan hadirnya konsep jurnalisme daring (online journalism), jurnalisme digital (digital journalism), dan jurnalisme multimedia (multimedia journalism).
Inti jurnalisme tetap sama, tidak berubah, yaitu menyajikan fakta.
“Wartawan seringkali menggambarkan esensi pekerjaan mereka sebagai menemukan dan menyajikan ‘fakta’ dan ‘kebenaran tentang fakta’,” tulis American Press Institute.
Yang berubah adalah format pelaporannya. Jurnalisme cetak menghasilkan teks berita (tulisan) plus gambar (foto). Jurnalisme radio menyajikan audio (suara). Jurnalisme televisi menyajikan audio-video.
Kini, jurnalisme internet melahirkan semua format yang sudah ada dan lahirlah istilah sekaligus konsep jurnalisme multimedia.
Jurnalisme media hanyalah istilah lain dari jurnalisme online atau jurnalise digital. Istilah ini lebih menegaskan bahwa jurnalisme masa kini adalah jurnalisme multimedia. Wartawan tidak hanya menyajikan berita dalam bentuk tulisan dan foto, namun juga audio dan video.
Wartawan modern harus berpikir multimedia dan memilih format yang tepat untuk menyajikan beritanya –teks, gambar, audio, video, atau gabungan semuanya (multimedia).
Apa Itu Jurnalisme Multimedia?
Multimedia adalah alat yang menyajikan beberapa elemen seperti, teks, suara (audio), video, grafik dan animasi.
Jurnalisme multimedia adalah jurnalistik kontemporer yang menggabungkan elemen audio, foto, video, teks, animasi, dan infografis dalam satu kemasan pemberitaan atau sajian informasi.
Wartawan atau jurnalis adalah penutur cerita (storyteller). Mereka mengamati dunia dan membagikan apa yang mereka lihat.
Wartawan multimedia adalah penutur cerita yang bekerja di banyak dimensi. Mereka menganut prinsip tradisional jurnalisme: objektivitas, akurasi, sumber yang kredibel, dan tulisan yang kuat.
Tetapi mereka menceritakan kisah mereka melalui beberapa kombinasi teks, gambar, suara, video, dan grafik.
Media atau saluran yang tersedia, yakni website (media online), memungkinan menyajikan semuanya dalam halaman yang sama.
Jurnalisme telah ada selama berabad-abad, tetapi jurnalisme multimedia adalah jalur karier yang relatif baru—dan masih berkembang.
Jurnalisme multimedia tumbuh dari menjamurnya platform digital dan saluran media sosial, dan pergeseran preferensi orang tentang cara mereka mengonsumsi berita.
Teknologi yang semakin terjangkau dan mudah diakses hanya menambah momentum tren.
Semua faktor ini mengutamakan konsep, produksi, dan pengemasan konten.
Menguasai Jurnalistik Multimedia
Di satu sisi, jurnalisme multimedia memberikan cara yang hampir tak terbatas untuk menceritakan sebuah peristiwa. Di sisi lain, jurnalis juga memiliki lebih banyak pilihan tentang bagaimana, kapan, dan di mana menceritakan kejadian itu.
Wartawan dapat menggunakan animasi, menyematkan tweet, menambahkan musik, atau membuat grafik interaktif. Bahkan memutuskan platform dapat memperumit banyak hal — pilihannya berkisar dari situs web hingga podcast, TV, jejaring sosial, radio, surat kabar, dan majalah. Kemungkinan besar Anda perlu menyesuaikan konten dengan kombinasi dari itu.
Jadi bagaimana Anda memilih platform yang sesuai Mempertimbangkan:
- Elemen apa yang perlu Anda sertakan untuk menarik dan mempertahankan perhatian audiens?
- Media apa yang paling akurat dan dapat diakses?
- Berapa panjang ideal cerita Anda? Berapa banyak yang terlalu banyak?
Ini bisa menjadi pertanyaan rumit, tanpa jawaban yang jelas.
Untungnya, seiring berkembangnya bidang, para ahli bermunculan. Lebih banyak perguruan tinggi dan universitas memasukkan studi multimedia ke dalam program jurnalisme mereka atau menyalurkan konsep-konsep itu ke jurusan yang terpisah.
Universitas Elmhurst di Illinois, Ameria Serikat, misalnya, meluncurkan Jurusan Jurnalisme Multimedia pada musim gugur 2019.
Mahasiswa jurusan jurnalisme multimedia harus berharap untuk terlibat dengan berbagai format yang digunakan hari ini untuk melaporkan berita.
Kursus untuk calon jurnalis multimedia mencakup pendukung jurnalisme, seperti penulisan media dan pelaporan berita, tetapi juga penceritaan digital dan desain web.
Apa yang Dilakukan Jurnalis Multimedia?
Wartawan multimedia atau junalis modern akan mendalami pengeditan video, perangkat lunak seni, desain web, produksi film, dan rekayasa audio.
Itu karena tuntutan jurnalis multimedia banyak: Selain melakukan penilaian berita yang solid dan bekerja di bawah batasan waktu (deadline) yang terkadang kaku, mereka harus melenturkan otot kreatif mereka dan dengan hati-hati menentukan seperti apa produk akhir itu.
“Wartawan saat ini perlu memiliki lebih dari sekadar keterampilan melaporkan dan mengedit,” kata Ron Wiginton, profesor jurnalisme dan bahasa Inggris di Elmhurst University.
“Dari blog hingga produksi video, lanskap media menuntut para jurnalis bersiap menyajikan cerita di media cetak dan dunia maya.”
Artinya, saat wartawan berada di ruang redaksi atau sedang meliput sebuah berita, wartawan perlu menilai tidak hanya apa yang membuat berita tersebut harus dibaca, tetapi juga presentasi video atau audio yang menarik.
Jadi, sangat bermanfaat untuk mengetahui dasar-dasar perekaman, penyuntingan, dan produksi —teknik yang diajarkan dalam program jurnalisme multimedia.
Bercerita (storytelling) adalah bagian penting dari menjadi manusia. Jurnalisme tidak hanya bercerita, tetapi juga berbagi pengetahuan.
Jurnalisme dimulai ribuan tahun yang lalu: Acta Diurna, sebuah lembaran berita Romawi kuno, adalah karya jurnalisme paling awal yang diketahui, sebelum tahun 59 SM.
Pada abad ke-21, jurnalisme mencakup lebih dari sekadar berita dasar dan tidak terbatas pada media cetak.
Jurnalisme multimedia saat ini memadukan berbagai media, termasuk media cetak dan digital (seperti publikasi online dan situs web), serta televisi, film, foto jurnalistik, dan radio—platform apa pun yang membantu jurnalis menceritakan peristiwa atau melaporkan berita yang mereka buat.
Detailnya, pekerjaan sebagai jurnalis multimedia tidak statis; bidang dan metodenya beradaptasi seiring kemajuan teknologi.
Contoh tugas jurnalis multimedia mungkin termasuk:
- Mewawancarai subjek untuk sebuah berita
- Membuat dan mengedit paket video
- Menerbitkan fotografi ke web
- Menjalankan cerita sebagai artikel cetak
- Membahas politik sebagai pembawa acara talk show radio
- Menghosting podcast acara terkini
- Tampil di televisi untuk membahas isu-isu terkini
- Menerbitkan blog populer
Apa pun ceruknya (niche), jurnalis multimedia berpegang pada prinsip dasar yang vital: selalu mengatakan yang sebenarnya, tanpa bias, sambil menjunjung tinggi etika dan nilai jurnalistik.
Ini membantu memastikan komunikasi berita tetap akurat dan adil (fair) atau berimbang (balance).
Karena mereka dapat berbagi berita di berbagai platform, jurnalis multimedia sangat penting bagi masyarakat modern. Tanpa mereka, kita tidak akan memiliki akses mudah ke liputan berita melalui media cetak, video, dan lainnya.